Jumat, 05 April 2013

GURKHA Yang Pemberani

GURKHA Yang Pemberani


Berawal dari rasa kagum yang luar biasa terhadap semangat tempur yang begitu solid dari orang-orang Gurkha terhadap serangan tentara Inggris pada Perang Gurkha (1814), orang-orang Asia bertubuh kekar dan gempal itu kemudian direkrut untuk dijadikan batalion khusus dalam tubuh AB Inggris. Sorot mata yang tak mengenal rasa takut berikut golok Khukri yang selalu dibawanya, menciptakan aura tersendiri dalam berbagai operasi militer Inggris di seantero dunia.
Keberadaan batalion Gurkha telah menumbuhkan aura tersendiri dalam tubuh AB Inggris. Orang-orang gempal dari dataran tinggi Nepal ini dikenal tangguh dan tak punya urat takut. Ratu Inggris bangga memilikinya. Namun, benarkah mereka tak sungguh-sungguh berperang untuk membela Inggris?
pakah seorang ahli strategi adalah juga seorang pemberani? Apakah seorang pemberani juga paham strategi? Berkali-kali pertanyaan usil ini dimunculkan untuk mempecundangi kesejatian panglima perang yang kerap berdiri di atas keberanian para prajuritnya. Itu karena tak sedikit yang ingin tahu, apakah hanya panglima perang sajal ah yang berjasa memenangkan pertempuran. Kemana penghargaan untuk para prajurit yang sedari awal sudah siap menyorongkan nyawa demi negara yang dibela?
Sayangnya, pertanyaan tersebut tak pernah terjawab. Sebab, seperti kata Sun Tzu, kemenangan dalam pertempuran adalah basil sinergi strategi perang yang cerdik dan matang dengan keberanian dalam mengambil risiko. Para panglima menyusun strategi, sementara para prajurit adalah orang-orang yang dengan gagah berani bertempur dan mengambil risiko di medan pertempuran.
Dalam buku tentang Pasukan Gurkha yang bekerja untuk AB Inggris ini Anda akan diajak menyelami seperti apa prajurit yang dikatakan pemberani dan panglima yang cerdik itu dalam nuansa yang cukup unik. Dikatakan unik karena yang dimaksud para prajurit yang pemberani ini berasal dari Nepal namun bertempur untuk Inggris. Dalam buku ini diceritakan bagaimana tentara Inggris bisa sampai mengagumi keberanian orang-orang Gurkha yang berasal dari dataran tinggi Nepal itu. Juga diceritakan, bagaimana mereka bisa membujuk orang-orang Asia bertubuh kekar dan gempal itu untuk dijadikan kesatuan khusus, salah satu ujung tombak militer Inggris.
Kekaguman tersebut muncul tak disangka-sangka ketika tentara Inggris dari Kompi India Timur ingin melebarkan kekuasaan sampai ke utara India, yakni ke wilayah Nepal, pada 1814. Dalam misi ekspansionisme yang kemudian disebut Perang Gurkha ini, panglima perang Inggris mengaku kagum melihat gigihnya perlawanan orang-orang Gurkha yang tak mudah ditembus hingga Nepal tetap bertahan sebagai protektorat. Perlawanan yang diberikan penduduk ash Nepal itu sangat hebat dan jauh berbeda dengan perlawanan yang biasa diberikan penduduk dari negara-negara yang pernah dijajah Inggris.
Sedemikian kagumnya, Inggris kemudian memboyong ratusan orang Gurkha untuk dijadikan tentara dan pengawal yang (tentunya) dipimpin oleh para perwira Inggris. Mereka ditempatkan di dalam negeri serta di luar negeri (Malaysia, Kalimantan, Hongkong, Siprus, Falkland, Kosovo, Irak dan Afghanistan), dan ternyata sangat patuh serta loyal. Lebih dari 200.000 Gurkha telah bertempur untuk Inggris dan 43.000 telah gugur dalam dua Perang Dunia. Mereka juga merupakan kebanggaan Ratu Inggris. Tigabelas orang di antaranya pernah menerima bintang Victoria Cross.
Salah satu dedikasi dan loyalitas terhebat yang pernah mendapat catatan khusus adalah ketika mereka ikut turun menumpas
penyusup di Serawak, Kalimantan. Di dalam hutan belantara tropis yang amat disegani tentara Eropa, mereka ternyata sanggup melaju bak buldozer. Benar-benar mesin perang yang tangguh yang tak mudah mengeluh.
Sedemikian besar kepercayaan Inggris terhadap loyalitas dan keberaniannya, sampai-sampai Ratu Inggris lebih merasa aman “menitipkan” Pangeran Harry di batalion Gurkha ketika sedang bertugas di Afghanistan. Kini, ada sekitar 3.500 orang Gurkha yang mendedikasikan dirinya untuk AB Inggris. Setiap tahun rata-rata ada 28.000 pemuda Gurkha turun gunung untuk mendaftarkan diri jadi tentara Inggris, dan Inggris biasanya hanya menerima 200 orang saja.
Tradisi keluarga
Bagi telinga kita, orang Indonesia, kata “berani dan pemberani” sendiri sudah terdengar biasa. Terlebih jika membaca kisah Patih Gajah Mada, Cut Nyak Dhien, Pangeran Diponegoro, atau arek-arek Suroboyo yang, misalnya, pada 30 Oktober 1945 dengan beraninya menghadang rombongan Komandan Brigade 49 Divisi India, Brigadir Jenderal Aubertin WS Mallaby.
Selain dijuluki pasukan yang pemberani, pasukan Gurkha juga kerap disebut pejuang yang selalu gembira alias Happy Warrior. Meski sudah lebih dari seratus tahun bertempur untuk Inggris, penelusuran terhadap dasar keberanian Gurkha dalam pertempuran ternyata agak mencengangkan. Keberanian itu tidak dipicu untuk membela Inggris, tetapi justru untuk membela sesama teman dan keluarganya.
Inggris yang sebelumnya bertepuk dada karena semasa Perang Dunia II tidak kehilangan seorang jenderal pun, hari itu kecolongan. Tanpa diduga serangan yang dilakukan arek-arek Suroboyo, dengan senjata seadanya, menewaskan Mallaby yang notabene membawahi lebih kurang 6.000 pasukan. Padahal sang jenderal baru lima hari menginjakkan kakinya di kota itu.
Lebih parah lagi, barn sepuluh hari berlalu, Inggris kembali kehilangan seorang jenderalnya, yakni Brigjen Robert Guy LoderSymonds. Komandan Brigade Infantri ini gugur dalam operasi udara yang dimaksudkan untuk membalas serangan arek-arek Suroboyo yang menewaskan sejawatnya. Kembali dengan senjata seadanya arek-arek Suroboyo berhasil menjatuhkan pesawat yang ditumpangi Jenderal Loder.
Dengan demikian, semestinya memang bukan hanya orang-orang Gurkha saja yang dikenal pemberani Masih banyak orang-orang dari bangsa lain yang dikenal pemberani. Namun, dalam buku ini akan digambarkan keberanian seperti apa yang didengang-dengungkan orang Inggris terhadap legiun asingnya itu. Bagi orang-orang Inggris, keberanian orang-orang Gurkha begitu spesial. Terlebih dengan belati khusus bernama Khukri yang biasa terselip di pinggang.
Kombinasi Gurkha yang Asia dan Khukri yang bentuknya lumayan menakutkan itu pun dijadikan semacam ikon mesin pembunuh. Aura yang dihembuskan ternyata cukup efektif ketika Inggris mengerahkan mereka dalam Perang Falkland. Tentara Argentina lumayan gentar.
Adalah sejarawan Inggris bernama Tony Gould yang kemudian mendefinisikan esensi keberanian orang-orang Gurkha, dari sudut pandang militer Inggris. Menurutnya, keberanian yang dimiliki orang Gurkha bisa dikatakanspesial karena diperkuat dengan sikap tak gampang menyerah, semangat yang menjunjung tinggi kedisplinan, dan mental baja.
“Singkat kata, mereka punya kualitas yang berbeda dengan resimen lain. Saya kira ini berasal dari tradisi kelurga yang begitu kuat,” ungkap Gould seperti dikutip BBC News (27/7/2010).
Yang membuatnya unik, tambah Guold, keberanian mereka dalam bertempur umumnya justru tidak ditujukkan untuk mem-
bela Inggris, tetapi justru untuk membela sesama Gurkha yang ikut bertempur. Mereka selalu sating dukung. Apakah itu untuk sanaksaudaranya yang juga tentara atau hanya untuk membela teman sekampungnya. Seperti itulah yang tampak di setiap batalion Gurkha.
Dengan demikian mulai jelas bahwa rupanya memang ada perbedaan yang cukup mendasar dalam pola pikir orang-orang Gurkha itu saat bertugas sebagai tentara Inggris. Mereka hanya menganggapnya sebagai pekerjaan yang harus dituntaskan, itu saja. Mereka akan bertempur habis-habisan, tetapi tak sampai menganggap penting untuk mengedepankan rasa nasionalisme dari bangsa yang tengah menjadi induk semangnya.
AB Inggris pun tampaknya juga tak terlalu memandang penting perkara kebangsaan tersebut. Orang-orang Gurkha itu memang disumpah untuk membela Inggris, namun para perwira Inggris itu pun menyadari bahwa nasionalisme bukanlah hal yang bisa dipaksakan. Sebab, bagi para panglima Inggris, yang penting adalah bagaimana agar orangorang Gurkha itu bisa bertempur semaksimal mungkin untuk kepentingan Inggris. Karena, sekali lagi, toh yang diperlukan dari mereka hanyalah ketangguhannya dalam melahap medan yang berat dan keberaniannya menghadapi lawan.
Dan itu tentu sudah merupakan bagian dari strategi yang dibuat para panglima AB Inggris. Dengan demikian, persis seperti nasihat Sun Tzu, selain prajurit yang pemberani, yang tak kurang penting diperlukan dalam sebuah angkatan bersenjata adalah panglima yang cerdik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar